Jumat, 21 September 2018

Menunggu tanya


Hi, apa kabar?

Pesan singkat yang kemudian aku hapus cepat. Sesederhana itu pun aku tak sanggup. Tumpukan pertanyaan yang sudah memenuhi kepala, menanti dijawab, akhirnya kususun rapi. Kulipat kedua tanganku, aku sampaikan pesan pada Pimpinan. Kusampaikan kesulitanku hari ini, meminta saran apa yang harus kulakukan.

Ya, aku memang terlalu penakut untuk mengambil keputusanku sendiri. Atau mungkin aku hanya butuh diyakinkan atas keraguan yang tersimpan. Pekerjaan ini, sesungguhnya sangat kudambakan, hanya saja terlalu kecil nyali untuk meminta.

Bersediakah menanti? Sampai aku cukup bernyali menghadapi pasang-surutnya. Atau paling tidak sampai aku sanggup menyampaikan pesan gembira yang kau tunggu itu.

Ya, aku tau kau menunggu pesan itu sejak lama. Aku tau pula bahwa pesan gembira ini sebaiknya cepat disampaikan. Percayalah, aku paham betapa menyebalkannya menunggu. Tapi terbata lidahku setiap berhadapan denganmu. Ataukah sebetulnya aku pun menunggu, menunggumu bertanya.

Ya! Coba bertanyalah! Barangkali aku sanggup menjawab.

Jumat, 14 September 2018

Cerita Kembara


Kehidupan adalah sebuah pengembaraan,
Dalam perjalanan kali ini Tuhan pertemukan kita di jalan yang sama,
Kita bertegur sapa dan berbagi cerita,
Aku pun mensyukuri dan menikmatinya,
Sebab kamu datang tidak sia-sia,
Kehadiranmu membantuku melewati jalan berliku dan terjal ini,
Paling tidak aku tak merasa berjalan sendiri,
Namun, seperti perjalanan-perjalanan lainnya,
Kita tak tentu selamanya melewati jalan yang sama,
Sekalipun tujuan kita mungkin satu,
Tak apa, aku tak akan memintamu tinggal,
Berjalanlah bersamaku jika itu yang kamu mau,
Mari melakukan perjalanan bersama jika Kau rasa Aku bisa jadi teman yang menyenangkan,
Pergilah, kemana pun Kau suka, jika perjalananmu bersamaku tlah Kau rasa cukup,
Kutitipkan kamu pada semesta, agar Ia yang selalu menjagaimu,
Akan kukenang kebaikan hatimu,
Semoga semesta pertemukan kita lagi bersama dengan cerita baru,


Bila kamu bertahan, memilih berjalan bersamaku,
Kutitipkan cintaku pada semesta, agar Ia yang menguatkan,
Mari genggam tangan, berjalan berdampingan,
Entah kemana ujung perjalanan, 
Mari sambut mesra bisikin semesta. 


Sebuah catatan digital, 240818. 18.56.

Sabtu, 18 Agustus 2018

Kamu, Aku dan Tuhan

Sapamu yang mengejutkan sekian tahun lalu
Kunjunganmu yang tak kupersiapkan sekian tahun lalu
Pertanyaan-pertanyaan ngawur bernafaskan kegelisahan yang kutujukan padamu sekian tahun lalu

Sapamu beberapa waktu lalu
Pertemuan kita waktu itu
Perbincangan kita setelahnya

Aku tak pernah menyangka
Aku tak berani berprasangka
Aku hanya mampu mensyukurinya

Terima kasih untuk waktu yang kau sempatkan
Telinga yang mendengarkan
Nasihat yang diberikan

Biar Tuhan angkat segala kegelisahan
Berikan kelegaan
Tumbuhkan kekuatan dalam iman




Sebuah catatan digital, 150818. 

Senin, 16 Juli 2018

Semesta


Semesta, sekejap lalu kau buat hatiku berbunga-bunga. 
Kini aku tenggelam dalam gundah gulana. 
Mengapa aku tak pernah mampu menerka isi kepalamu?
Semesta, dengarkan lantunan doa yang kudaraskan sepanjang siang tadi. 
Semesta, ijinkan aku menikmati semua rasa itu. 
Rasa-rasa yang tak bisa aku ungkapkan. 
Yang kemudian aku tenun menjadi untaian doa. 
Semesta, ijinkan aku menikmati teriknya sinar matahari yang tanpa ampun menusuk tulang. 
Semesta, ijinkan aku menikmati setiap tetes air mata yang berderai di pipiku. 
Semesta, ijinkan aku menikmati suara debur ombak dihantam angin. 
Semesta, ijinkan aku melangkah beriringan denganmu. 

Rabu, 11 Juli 2018

Menyeberang Jalan

Hari ini, aku pulang mengantongi emosi di dalam dada. Salah satu pelangganku bersikap tidak menyenangkan. Kusempatkan melupakan dalam sebuah tulisan dalam perjalanan tadi. Turun dari angkutan kota, aku segera masuk ke agen pengiriman barang. Pekerjaanku hari ini harus tuntas semua sebelum pulang ke rumah.

Hari sudah sore, tapi matahari masih begitu menyengat. Aku terlalu lelah untuk pulang jalan kaki. Aku ambil telepon genggamku untuk menghubungi ibuku, minta tolong dijemput. Suara dari seberang memberi tahu bahwa tidak ada kendaraan di rumah. Aku lihat seorang bapak berjalan menggunakan tokat di tangan dan membawa tas di bahu, saat aku baru saja hendak menggerutu. Bapak itu berjalan ke arahku, sambil beberapa kali tongkatnya terantuk pot tanaman di pinggir jalan.

Suara dalam batinku berkata: Bapak itu perlu kamu tolong, tapi bagaimana kalau kamu disangka hendak berbuat jahat kepada Bapak itu? Apakah bapak itu akan menyambut baik bantuanmu?

"Bapak mau kemana?" sapaku.
"Mau nyebrang." balasnya dengan memelototkan mata sepersekian detik, terkejut. Mata yang indah. Biru, sejernih sumber mata air.
"Saya bantu ya, pak." kataku kemudian mengenggam lengannya.
"Mau pergi kemana pak?"
"Ke Penas, mbak, BNN. Mau naik angkot."
"Angkot 18 ya pak?"
"Iya, Mba."
"Maju pelan-pelan ya pak" sembari kutuntun beliau menyebrang jalan.
"Sudah sampai, pak. Tunggu sini dulu ya saya carikan angkotnya."
"Mba mau pulang?"
"Iya, Pak. Jalan kaki mau pulang, barusan saya juga naik angkot 18, tapi dari kampung melayu."
"Ini, sudah ada angkotnya." kataku, lalu menuntunnya menuju angkot.
"Oh iya, mbak. Terima kasih ya." katanya melangkahkan kaki ke dalam angkot.
"Hati-hati ya, Pak." teriakku.

Kulihat bapak supir angkot tersenyum ramah ke arahku dari balik pintu, lalu pergi. Sesuatu yang jarang aku dapati di hari-hari biasa.

Kusebrangi lagi jalanan yang sama, berjalan pulang.

Ah, Tuhan, manis sekali. Terima kasih telah mengajari saya bersyukur untuk hal-hal yang sederhana. Terima kasih telah mempertemukan saya dengan orang yang berbeda-beda. Semoga Bapak tadi sampai ditujuannya dengan selamat, dihindarkan dari orang-orang yang jahat dan dipertemukan dengan orang-orang baik.


Akhir-akhir ini, aku jadi belajar dan lebih tau tentang bagaimana menikmati setiap kesulitan yang aku hadapi. Menggerutu tidak membuahkan hasil, hanya membuat semakin lelah. Menikmati, mensyukuri, ternyata jauh lebih indah. Membuat hal-hal terasa lebih indah.

Aku hapus kembali tulisan luapan emosiku tadi dan pulang dengan hati gembira.

Selasa, 10 Juli 2018

I'm going to Jogja, soon!


Hi!
I’m now overwhelmed with excitement.




Yassssssss....!

Selama ini gue selalu takut dengan apapun yang berhubungan dengan seleksi, karena gue tau mostly jawabannya akan mengecewakan seperti yang udah-udah. Jadi, ketika dapet berita semacam ini gue langsung super bahagia yang ga lama kemudian berubah jadi cemas, dagdigdug serrr...


AKM ini adalah Akademi Kewirausahaan Masyarakat yang diselenggarakan oleh Creative Hub Fisipol UGM. Intinya, nanti disini gue dan teman-teman lainnya akan belajar tentang pendampingan masyarakat untuk pengembangan wirausaha dan mengembangkan aktivitas usaha sosial. Gue tau info tentang AKM dari WAG Komunitas Plus. Awalnya, seperti gue bilang tadi, ragu untuk ikut, tapi akhirnya dua hari sebelum pendaftaran ditutup gue pun memberanikan diri mendaftar. Ga pake bilang apa-apa ke nyokap, langsung minta tandatangan untuk surat izin orang tua. Beruntungnya, nyokap ga nanya macem-macem dan langsung mengiyakan.

Lucunya gue tau lolos pun udah terlambat karena memory handphone penuh dan email ga otomatis ke sync. Baru tau pas dikabarin via WA oleh salah satu panitia. Ternyata pengumuman udah dari tanggal 8, yang mana itu udah dua hari lalu. Hari ini hari terakhir pengumpulan berkas nota kesepahaman, sedangkan konfirmasi bisa hadir atau engga hadir seharusnya terakhir kemarin tanggal 9. Bersyukur masih dikasih kesempatan sama panitia untuk tetep boleh ikut.

Awalnya gue juga udah sempet panik kepikiran nyari tiket kereta untuk berangkat ke Jogja. Tau sendiri dong cari tiket itu susyah susyah gampang, apalagi ini H-7 keberangkatan. Tapi kemudian gue inget, kan semua akomodasi dan transportasi dibiayai oleh C-Hub. Trus gue udah sempet juga kepo ke akun IG AKM, ternyata disana banyak komentar dari teman-teman yang lolos. Kepo sedikit dan taulah gue bahwa yang lolos ternyata keren-keren banget. Ada banyak yang sudah menjalankan usaha sosial dan aktif di kegiatan sosial. Minder pun menyerangggg..... but, hey, it’s time for me to learn more. Ketemu orang-orang keren artinya kesempatan buat gue untuk belajar dari mereka. Kapan lagi, ya kan? Gue ga boleh minder, gue harus memanfaatkan kesempatan ini sebaik mungkin. Jadi ga sabarrrr......


Oh ya, sepertinya nanti selama sepuluh hari di Jogja peserta engga diperbolehkan menggunakan HP, semacem dikarantina gitu. Otomatis gue akan menghilang dari per-sosmed-an dan Flor Project akan tutup sementara. Jadi, seminggu ini akan gue pake untuk nyiapin kebutuhan selama AKM dan selesaiin orderan yang udah masuk.

Doakan semoga semua berjalan dengan lancar ya dan gue bisa kembali dari Jogja dengan selamat membawa ilmu-ilmu baru.

XOXO,


Adel. 

Senin, 02 April 2018

Tas Tenun Untuk Rumah Baca

Ternyata udah satu tahun lebih ga ngurusin blog. Kerinduan untuk nulis lagi sebenernya udah lama muncul, tapi baru hari ini beneran nulis lagi. Ada banyak cerita yang pengen di-share sih, tapi satu-satu ya. Kali ini mau membahas project ya baru aja gue lakuin, proyek sosial kecil-kecilan, yang lagi-lagi semua bermula dari keisengan. Iya, idup gue iseng banget isinya. Langsung aja ya...


Pertengahan tahun lalu, waktu lagi berselancar di Instagram, nemu sebuah akun yang ngejual kain tenun. Tenun yang dijual beragam sih, tapi yang paling gue suka itu tenun Sabu. Seperti namanya, tenun Sabu itu tenun yang berasal dari Pulau Sabu, NTT. Sama seperti kebanyakan tenun NTT, kain sabu didominasi warna hitam dengan aksen warna merah, putih, kuning. Sepengetahuan gue motif tenun ikat Sabu kebanyakan bermotif bunga (bunga palem). Gue pengen banget beli tenun Sabu itu untuk dijadiin totebag trus mau gue jual. Karena ga bisa jahit sendiri, gue minta tolong sama Miftah, temen kuliah yang juga jualan totebag. Bersyukur banget dia mau ngerjain disela-sela kesibukan dia kuliah S2. Waktu itu proses pembuatannya lumayan lama sih, 6 tas sekitar satu bulan kalo ga salah. Gue sendiri engga buru-buru juga karena selain belom yakin bakal laku dipasaran, juga sembari nabung uang buat bayar ongkos jahitnya.

Singkat cerita, tas itu jadi. Pengen gue jual, tapi awalnya gue ga pengen upload di Flor Project. Agak kurang pas aja gitu merasanya waktu itu. Sampe akhirnya bulan Oktober atau November, lupa, ada lapakan bareng Disti di IBN. Gue gelar tas itu di lapakan, tapi ga ada yang berminat, bahkan ibu-ibu dosen yang mampir ke booth kita pun engga tertarik. Agak panik dan sedih gitu, was-was kalo ga ada yang berminat padahal uang yang gue keluarin udah lumayan banyak. Tas tenun ini juga udah sempet dibawa ke Bandung dan difoto sama Elita, niatnya biar lebih menarik pembeli. Tapi kalo belom jodoh emang ya ada aja halangannya, foto-foto hilang karena hp gue rusak.


(foto dari hp Elita)



(tas batch 1)

Sampai pada akhirnya Desember kemaren gue bawa balik ke Klaten. Ditengah hari-hari selo dan membosankan di Klaten, tiba-tiba mood buat foto. Ya, ala kadarnya sih, karena ga ada yang bisa dijadiin sebagai model. Lalu muncul ide gimana kalo tas ini buat charity aja. Sebagian keuntungannya mau gue donasiin dalam bentuk buku untuk dikirim ke NTT. Alasannya masih sama, karena kecintaan gue sama NTT dan keprihatinan gue waktu berkunjung kesana. Akhirnya gue ajak kerja sama dengan @bagibuku_NTT, dan respon mereka positif banget. Dan karena engga tau lagi mau dijual dimana, ya sudahlah, lapak Flor Project pun tak apa. Toh emang Flor Project bermula dari niatan untuk berbagi dan mau gue bawa ke kerajinan yang lain, bukan gelang aja.

Momen paling deg-degan itu adalah momen setelah upload. Harap-harap cemas nungguin respon orang-orang. Ga lama setelah gue upload, di-repost sama @bagibuku_NTT. Dari situlah mulai muncul banyak DM instagram, dari yang cuma nanya harga, mau bantuin promo, sampe yang beneran mau beli. Daaaaaaaaaaaaaaaannnnnnnnnnnn..... Cuma beberapa jam habis ludes 6 tas itu terjual. Masih banyak yang nanyain juga, tapi apa daya cuma punya 6 tas. Asli kaget, terharu. Ternyata banyak banget yang perduli, banyak yang membeli karena ingin berbagi. Gue yakin sih kalo bukan untuk donasi, ga akan selaris itu. Permintaan pun masih ngalir terus. Gue mulai mempertimbangkan untuk bikin lagi deh.



(tas batch 2)

Cuma jeda beberapa hari dari penjualan pertama, gue langsung menghubungin Miftah lagi dan minta buat produksi lagi, kali ini jumlahnya 2 kali lipat. Dia mau dan selesai cuma selang dua minggu. Awal februari gue upload lagi di IG dan lebih kaget lagi, karena yang nanya ga sebanyak batch pertama tapi langung habis hari itu juga. Pembelinya ada dua bapak-bapak yang masing-masing langsung ambil 4 tas. Uniknya, dua bapak-bapak yang beda pulau ini sama-sama pasrah untuk apa yang dia beli. Cuma bilang “Saya mau 4 tas ya mba, motifnya bebas apa aja”. Antara enak sama bingung ya. Enak karena cepet transaksinya sama bingung ngurusin pembeli yang lain, soalnya semua motif available tapi ga semua tas available. Ya gitulah, ada kerumitan tersendiri. Intinya tetep sama, sama takjubnya, banyak orang-orang keren yang baik hati banget.

Semua tas terjual, uang donasi terkumpul dan gue pun langsung ngacir ke toko buku. Awalnya ekspektasi gue adalah gue mau ke toko buku yang lagi sale di mall deket rumah, semacam buku-buku cuci gudang gitu. Kan lumayan, buku-bukunya masih bagus tapi harganya miring. Eh sampe disana ternyata udah ga ada lagi, udah ganti toko lain. Sempet bingung mau gimana, sementara tanggal pengiriman udah makin deket. Untungnya ada toko buku lain di mall itu, harganya ga miring amat sih, tapi lumayan lah, koleksi buku anak-anaknya banyak. Dari sini gue tau kalo ternyata buku anak itu muahaaallll... hahahha. Dengan uang donasi yang terkumpul cuma dapet sedikit, ga sebanyak yang gue bayangkan.


Buku udah kekumpul, hati udah sedikit lega, tapi kemudian gundah lagi, soalnya tanggal 17 itu hari sabtu dan.......... hari itu juga gue mau pergi sama anak-anak Nggambus ke Bogor. Ada dua hal yang gue takutkan. Pertama, kantor pos tutup, soalnya kadang kantor pos suka-suka jam bukanya. Kedua, gue mau kirimnya gimana, sementara gue di bogor. Nyokap sempet nawarin untuk dia aja yang akan kirim, tapi gue agak kurang sreg gitu, merasa kepuasan batin ilang kalo ga gue kirim sendiri. Halah, lebay! Akhirnya gue memutuskan, ya udah gue bawa aja itu paket kardus, nanti hari sabtu sebelom jalan mampir dulu tukang pos.

Puji Tuhan banget, niat baik selalu direstui sama semesta. Sabtu pagi bisa mampir ke kantor pos yang searah sama rute pergi kita. Walaupun sempet kebablasan karena plang kantor posnya super mini dan ketutupan sama plang yang lain, tapi bersyukur mas-mas tukang posnya ganteng. Eh...... maksudnya, bersyukur akhirnya bisa dikirim juga itu buku. Jalan-jalan pun aman terkendali tanpa rasa bersalah.

(buku-buku yang gue kirim setelah sampai di Rumah Baca Due Nga Donahu)

(tua dan muda, semua ikut membaca)




Donasi buku yang pertama ini gue putuskan untuk kirim ke BBNTT regio Sabu, alasannya sesimpel karena kain yang gue pakai adalah kain tenun sabu. Jadi sebenernya dari mereka dan untuk mereka juga, gue hanya membantu aja. Beberapa hari setelahnya dapet kabar dari Pastor Asmar (koordinator Buku Bagi NTT regional Sabu). Beliau ngabarin kalau buku-buku sudah diterima dan ngucapin banyak terima kasih. Ternyata pengiriman dengan POS Indonesia sekarang cepet juga ya.. Waktu baca pesan dari Pastor Asmar, gue seneng, terharu, penasaran dan pengen lihat langsung reaksi mereka. Gue jadi semakin pengen lebih sering bikin kegiatan ini dan terselip doa supaya nanti suatu saat bisa dateng langsung ke rumah baca Due Nga Donahu. ;')

Sementara proyek kecil ini berhenti dulu karena aku belom menemukan penjahit pengganti Miftah, yang masih mengejar cita-cita S2nya. Doakan supaya segera bisa menemukan penjahit ya dan bisa produksi lebih banyak dan bisa donasi lebih banyak juga. 



XOXO.