Senin, 10 Februari 2020

Kisah di balik layar

Entah apa mau isi kepala ini
Saat di rumah aku mendamba mereka yang tinggal sendiri
Saat jauh dari rumah, aku merindu mereka yang aku tinggalkan
Kenapa pikiran tak pernah letih membandingkan keadaan
Atau karena kita terbiasa begitu?

Mungkin sudah saatnya mendengarkan pesan para biksu
Aku harus lebih banyak belajar meninggalkan kenyamanan
Aku harus lebih banyak melakukan yang tak biasa kulakukan
Aku harus lebih banyak memahami apa yang kurasakan

Mataku terlalu sibuk memandang layar
Melihat mereka yang tak dekat
Dan tak sempat melihat apa yang di sekelilingku
Bukankah mereka yang benar-benar hadir yang semestinya memperoleh lebih banyak perhatianku

Mereka yang tampak di layar, sedang menyembunyikan kegelisahan hari ini
Mereka bilang bahagia hari ini, beberapa saat setelah mengusap air mata
Mereka bilang terima kasih atas rejeki hari ini, beberapa saat setelah mensyukuri yang tersisa dari yang terampas
Mereka bilang makan nikmat hari ini, beberapa saat setelah cukup lama menahan lapar

Mereka tak sempat menyiapkan kisah di balik layar untuk ditampilkan di depan layar

Rabu, 05 Februari 2020

Palu, Januari 2020

sekitar satu tahun yang lalu, aku menawarkan diri sebagai volunteer di kota ini 
kota yang diguncang bencana begitu luar biasa
saat itu, Tuhan tidak keluarkan surat izin
aku hanya bisa diam di rumah

hari ini, aku di sini, menangani pasca bencana
satu tahun lebih sudah berlalu, 
kota ini belum benar-benar pulih
puing-puing bangunan masih terhambur
kepedihan mereka masih belum murni hilang 

menyaksikan sendiri sisa-sisa bencana
menegakkan bulu kuduk 
Tuhan begitu luar biasa
tak satu pun sanggup melawan 


Rabu, 20 Februari 2019

Unsent love letter

Terima kasih untuk waktu yang pernah kita lalui bersama
Terima kasih untuk setiap pesan yang terbalas
Terima kasih untuk hembusan nafas bagi kupu-kupuku
Terima kasih untuk obrolan yang menyenangkan
Terima kasih untuk telinga yang mendengarkan
Terima kasih untuk kehadiran dalam mimpi
Terima kasih untuk menjadi yang pertama hadir saat membuka mata
Terima kasih untuk menjadi yang terakhir hadir saat mata terpejam

Terlebih dari semua itu....

Terima kasih telah membantuku mengenal diri lebih baik
Terima kasih telah memotivasiku memperbaiki diri
Terima kasih telah mengajarkanku bersyukur
Terima kasih telah mendekatkanku kembali pada Pencipta


Untuk pertama kalinya aku merasakan cinta yang berbeda
Aku pikir, aku mencintai pribadi seperti yang sudah-sudah
Ternyata aku mencintai ide dan idealmu dimataku

Aku pikir, aku akan menjadi mata air di tanah gersang yang kau tunggu
Aku pikir, kita akan dapat menyatu
Ternyata aku hanya angin yang berhembus memberi sedikit kesejukan dikala terikmu

Tapi kamu bagiku adalah sebuah petualangan baru di negara tak terduga
Aku seperti tak mengenal arah, tak tau harus kemana melangkah
Sekaligus menjadi perjalanan yang paling penuh kejutan

Tapi kamu bagiku adalah sebuah labirin
Aku mencoba semua jalannya
Namun tetap tersesat

Ah, jangan percaya apa yang baru saja aku tuliskan
Aku tak pandai mengutarakan

Hanya satu yang harus kamu tau
Namamu sudah ada dalam doaku sejak enam bulan yang lalu


- 200219. Surat menjelang lelap.

Jumat, 21 September 2018

Menunggu tanya


Hi, apa kabar?

Pesan singkat yang kemudian aku hapus cepat. Sesederhana itu pun aku tak sanggup. Tumpukan pertanyaan yang sudah memenuhi kepala, menanti dijawab, akhirnya kususun rapi. Kulipat kedua tanganku, aku sampaikan pesan pada Pimpinan. Kusampaikan kesulitanku hari ini, meminta saran apa yang harus kulakukan.

Ya, aku memang terlalu penakut untuk mengambil keputusanku sendiri. Atau mungkin aku hanya butuh diyakinkan atas keraguan yang tersimpan. Pekerjaan ini, sesungguhnya sangat kudambakan, hanya saja terlalu kecil nyali untuk meminta.

Bersediakah menanti? Sampai aku cukup bernyali menghadapi pasang-surutnya. Atau paling tidak sampai aku sanggup menyampaikan pesan gembira yang kau tunggu itu.

Ya, aku tau kau menunggu pesan itu sejak lama. Aku tau pula bahwa pesan gembira ini sebaiknya cepat disampaikan. Percayalah, aku paham betapa menyebalkannya menunggu. Tapi terbata lidahku setiap berhadapan denganmu. Ataukah sebetulnya aku pun menunggu, menunggumu bertanya.

Ya! Coba bertanyalah! Barangkali aku sanggup menjawab.

Jumat, 14 September 2018

Cerita Kembara


Kehidupan adalah sebuah pengembaraan,
Dalam perjalanan kali ini Tuhan pertemukan kita di jalan yang sama,
Kita bertegur sapa dan berbagi cerita,
Aku pun mensyukuri dan menikmatinya,
Sebab kamu datang tidak sia-sia,
Kehadiranmu membantuku melewati jalan berliku dan terjal ini,
Paling tidak aku tak merasa berjalan sendiri,
Namun, seperti perjalanan-perjalanan lainnya,
Kita tak tentu selamanya melewati jalan yang sama,
Sekalipun tujuan kita mungkin satu,
Tak apa, aku tak akan memintamu tinggal,
Berjalanlah bersamaku jika itu yang kamu mau,
Mari melakukan perjalanan bersama jika Kau rasa Aku bisa jadi teman yang menyenangkan,
Pergilah, kemana pun Kau suka, jika perjalananmu bersamaku tlah Kau rasa cukup,
Kutitipkan kamu pada semesta, agar Ia yang selalu menjagaimu,
Akan kukenang kebaikan hatimu,
Semoga semesta pertemukan kita lagi bersama dengan cerita baru,


Bila kamu bertahan, memilih berjalan bersamaku,
Kutitipkan cintaku pada semesta, agar Ia yang menguatkan,
Mari genggam tangan, berjalan berdampingan,
Entah kemana ujung perjalanan, 
Mari sambut mesra bisikin semesta. 


Sebuah catatan digital, 240818. 18.56.

Sabtu, 18 Agustus 2018

Kamu, Aku dan Tuhan

Sapamu yang mengejutkan sekian tahun lalu
Kunjunganmu yang tak kupersiapkan sekian tahun lalu
Pertanyaan-pertanyaan ngawur bernafaskan kegelisahan yang kutujukan padamu sekian tahun lalu

Sapamu beberapa waktu lalu
Pertemuan kita waktu itu
Perbincangan kita setelahnya

Aku tak pernah menyangka
Aku tak berani berprasangka
Aku hanya mampu mensyukurinya

Terima kasih untuk waktu yang kau sempatkan
Telinga yang mendengarkan
Nasihat yang diberikan

Biar Tuhan angkat segala kegelisahan
Berikan kelegaan
Tumbuhkan kekuatan dalam iman




Sebuah catatan digital, 150818. 

Senin, 16 Juli 2018

Semesta


Semesta, sekejap lalu kau buat hatiku berbunga-bunga. 
Kini aku tenggelam dalam gundah gulana. 
Mengapa aku tak pernah mampu menerka isi kepalamu?
Semesta, dengarkan lantunan doa yang kudaraskan sepanjang siang tadi. 
Semesta, ijinkan aku menikmati semua rasa itu. 
Rasa-rasa yang tak bisa aku ungkapkan. 
Yang kemudian aku tenun menjadi untaian doa. 
Semesta, ijinkan aku menikmati teriknya sinar matahari yang tanpa ampun menusuk tulang. 
Semesta, ijinkan aku menikmati setiap tetes air mata yang berderai di pipiku. 
Semesta, ijinkan aku menikmati suara debur ombak dihantam angin. 
Semesta, ijinkan aku melangkah beriringan denganmu.